Pages

28 Maret 2011

Enam Anak Kucing

4 Comments

Sebuah kardus kecil berdiri sendiri di depan sebuah rumah kosong. Onggok dan kotor. Terbiarkan tanpa sebesit pun seseorang untuk menyentuhnya. Tak terurus, sendiri, dan kumal.
Entah mengapa aku sejak dua hari yang lalu tertarik dengan kardus sepi itu. Ingin sekali menjulurkan kepala dan menengok sesuatu didalamnya. Sudah beberapa kali rasa penasaranku ini enggak kesampaian. Seperti yang baru saja terjadi, ketika aku pulang sekolah dan turun dari angkotan umum yang biasanya aku tumpangi. Aku berjalan dengan lunglai menuju rumah. Langkahku tiba-tiba terhenti untuk kesekian kalinya ketika aku melihat kardus kecil itu sendirian di depan rumah kosong. Nanar aku memandangnya. Gang kecil yang membatasi antara rumah kosong itu dengan jalan dimana aku berdiri sekarang semakin membuatku kasihan terhadap kardus itu. Entah apa yang aku kasihani. Yang jelas perasaanku saat itu ingin sesegera mungkin mengambil kardus itu ke rumah. Masih belum tahu untuk dipakai apa. Yang jelas perasaanku mengatakan, aku harus segera menyelamatkan kardus itu.
Hatiku teriris kembali begitu sorenya aku kembali melewati jalan itu. Ada sesuatu yang menghentikanku dan menyuruhku untuk segera kesana. Setelah tengok kanan kiri, akhirnya aku menyeberang jalan dan memasuki gang, menuju rumah kosong dimana di depannya terdapat kardus kecil yang membuatku penasaran. Sekitar jarak dua puluh meter, aku terhenti, memperhatikan kardus itu secara seksama lagi. Ragu. Iya atau tidak untuk mengambilnya. Aku gelengkan kepala cepat-cepat dengan keraguanku. Aku harus mantap. Aku yakin ada sesuatu di dalamnya sehingga membuatku tergetak ingin menyelematkan kardus itu.
Baru tiga langkah ke depan, tiba-tiba terdengar suara nyaring. Aku pikir itu adalah suara setan atau apalah yang berada di dalam rumah yang tak berpenghuni di depanku sekarang. Aku hampir saja mundur dan meninggalkan kardus sepi itu jauh-jauh. Tapi kuurungkan niatku begitu aku menyadari suara itu berasal dari kardus tersebut.
Aku menjulurkan kepala panjang-panjang, berharap menemukan sesuatu di dalamnya tanpa perlu aku mendekatinya. Aku kaget hingga memundurkan salah satu kaki ke belakang. Seekor anak kucing keluar dari dalam kardus. Dia terjatuh dan mengesot-ngesot mendekatiku. Aku terperangah kaget. Ku pundukkan badan dan betapa kagetnya aku begitu mengetahui di dalam kardus kesepian itu terdapat enam anak kucing kurus-kurus! Astaga, jadi selama ini…
Aku mengambil anak kucing yang jatuh tadi dan mengembalikannya kedalam kardus bersama kelima saudaranya. Dengan rasa iba, aku menggendong kardus itu dan membawanya pulang. Tak peduli ayah nanti marah-marah padaku karena aku membawa anak-anak kucing kampung. Maklum, ayah benci pada kucing. Masih ingat beberapa waktu lalu ketika aku merengek meminta untuk dibelikan kucing anggora, ayah langsung membentakku, “Ngapain sih kamu ngerawat kucing? Kucing itu bikin kotor! Bulunya bisa buat sakit! Jangan minta yang aneh-aneh pada ayah!” Tetapi setelah melihat celah kecil dibalik mata berbinar keenam kucing ini, kesempatanku untuk merawat kucing hari ini dikabulkan oleh Tuhan. Aku tersenyum bahagia sepanjang perjalanan.
“Aku akan memberi nama keenam kucing ini.. Ula, Uli, Alu, Ila, Ulu, dan Ili. Hmm.. sepertinya aku harus sering-sering menyisahkan makananku untuk kuberi pada keenam kucing ini. Tapi tak apalah. Aku berjanji akan merawat mereka hingga mereka besar”, kataku seakan mengajak berbicara keenam kucing tersebut. Seperti mereka mengerti bahasaku, mereka mengangguk dan berhenti menangis meong-meong dan mengikuti kemanapun aku melangkah. Aku melihat keenam pasang mata sendu di dalam kardus, dan ada sesuatu yang seperti berbisik kepadaku..
“Terima kasih Nila, kamu telah menyelamatkan kami. Semoga Allah selalu melindungimu. Kami sayang kamu…”

picture by: google


4 komentar:

arai 28 Maret 2011 pukul 21.25

aku terenyuh membacanya, Ras!
bahasamu mengalir dan jernih. :)

andri K wahab 29 Maret 2011 pukul 13.05

Ula, Uli, Alu, Ila, Ulu, dan Ili...hehehe namanya unik ras...^_^, btw usianya udah brp bulan sekarang ?

soulful^^~ 30 Maret 2011 pukul 09.24

@ pencari jejak: makasiiiihh :D
postinganmu juga bagus2 kok~

@ mas Andri: hahaha, nama asal keluar dari pikiranku mas hehe. enggak tahu mas, enaknya brp bulan umurnya? request aja mas hehe :p
aku nulis ini pas beneran ada anak kucing di kardus di depan rumah tanteku. tp ceritanya aku nggak baik hati kayak Nila ngambil kucingnya hehe.

chandravaio 30 Maret 2011 pukul 21.06

postingan ne keren terus berkarya

Posting Komentar