Pages

25 Februari 2014

A little secret?

4 Comments


pict by Google

Kamu pernah mempunyai sebuah rahasia? Entah itu rahasia kecil atau besar.. Entah itu rahasia dari dirimu sendiri atau dari orang lain.. Entah itu merupakan aib atau mungkin kesalahan terbodohmu.. Pernahkah? Punyakah? Seberapa lama kamu bisa menyimpan rahasia itu?

Berkat didikan orang tua, aku tidak pernah menyimpan rahasia dari keluargaku. Sekecil apapun. Malah kalau aku tidak menceritakannya pada mereka, semalaman aku tidak bisa tidur. Alhamdulillah-nya berkat ini aku tidak menjadi orang pemikir. Bapak pernah bilang: "Tidak perlu lah menyimpan atau memikirkan masalah terlalu serius. Apalagi masalah sepele". Teman blogger tahu apa untungnya menerapkan prinsip ini? Kita tidak mudah menjadi tua. Bapakku sudah berumur 53 tahun, tetapi banyak orang yang mengira bahwa beliau berumur 30-40 an. Apa resepnya? Ya seperti yang aku bilang tadi, plus selalu tertawa (di waktu dan tempat yang tepat) :D

Berbagi rahasia kepada teman? Hmm boleh saja sih, tapi hati-hati terhadap orang yang akan kita bagikan rahasianya. Bisa jadi orang tersebut ember, ya meskipun kita sendiri telah mempercayainya karena menganggapnya SAHABAT. Berdasarkan pengalaman, tidak mudah memilih SAHABAT bro. SAHABAT yang mengerti kita, klik dengan kita -sifat maupun prinsip-, enak diajak susah maupun senang, yang selalu mau mendengarkan keluh maupun saran kita. Susah bro, serius. Mengapa? Karena aku sudah berkali-kali menganggap orang lain SAHABAT, tapi ternyata mereka tidak pernah menganggapku SAHABAT. Ya tentunya aku sudah memberikan yang terbaik, tetapi orang tersebut tidak melakukan hal yang sebaliknya.

Pribadiku yang dulu adalah ceplas-ceplos dan suka bercerita segalanya kepada orang lain. Tetapi tidak dengan sekarang :) Kita mungkin selalu berpikir positif terhadap orang lain, namun bagaimana dengan orang lain? 

Terus terang aku tidak percaya lagi sama yang namanya sahabat. Tetapi ketika melihat drama Korea "Reply 1997", aku tidak menyangka akan mendapatkan wawasan baru dari film gokil seperti itu. Yaaaaah.. memang benar.. Tidak semua hal harus diceritakan kepada orang lain, termasuk ke sahabat atau teman terdekat kita. Bahwa sifat masing-masing individu yang unik, yang mau menerima kita, yang tidak mempermasalahkan soal rahasia satu sama lain, yang akan mengumpulkan kekerabatan menjadi sahabat.


14 Februari 2014

Belajar memahami

2 Comments

Memahami isi buku dengan membacanya berkali-kali itu adalah hal yang biasa. Mudah sekali aku lakukan, apalagi kalau mood lagi bagus-bagusnya. Memahami orang lain dengan mengajaknya ngobrol berjam-jam juga adalah hal biasa dilakukan dan bisa dikerjakan meskipun memerlukan waktu yang lama. Namun mengapa memahami diri sendiri itu susah sekali?

Sering terjadi dalam kurun waktu terdekat ini, aku jadi badmood gak jelas gara-gara sifat dan perlakuan orang lain. Misal aku punya teman yang sifatnya suka menunda pekerjaan (tidak ada maksud menunjuk salah satu orang). Aku tahu menunda pekerjaan adalah pekerjaan yang biasa dilakukan orang, termasuk aku kalau sama sekali malas. Tetapi berbekal pengalaman, hal itu aku kurangi dan berusaha memarahi diri sendiri jika mengulangi hal yang sama. Namun bagaimana jika orang lain? Kalau aku memarahinya, hal suram yang terjadi setahun kemarin bakal keulang. Gue ya gue, elu ya elu. Tidak ada hak untuk memberitahu ataupun menegur orang tersebut kalau orang itu tidak ingin kita masuk ke dalamnya (kata-kata bapak ini yang aku camkan dengan baik di otak!). Apalagi nih kalau bersangkutan sama orang yang keras kepala.. aku akan memikirkannya berkali-kali lipat untuk berkomentar langsung. Namun apa yang terjadi? Jadinya aku mendem perasaan berhari-hari karena (jujur saja) mataku gatel melihat orang yang sifatnya berbeda denganku. Aneh ya?

Jutaan kali aku memberitahu otak bahwa tiap orang itu berbeda mendapatkan ilmu dan pengalaman. Tiap orang juga berbeda cara berpikirnya. Semenit otak nurut, namun detik selanjutnya gatelnya mata langsung turun ke hati. Mangkel.

Seharusnya kalau aku berani, aku sebaiknya berbicara langsung kepada orang tersebut. Simpel tapi susah buatku yang gak bisa blak-blakan.

Pada saat seperti ini, otak sama mulut sering adu argumen memberikan pendapat. Tentu efeknya aku jadi bertingkah gak jelas, galau gulana, dan resah. Kenapa denganku? Apa yang harus aku lakukan?

Entah.. bertambahnya umur semakin banyak hal yang aku ketahui dan tidak ketahui. Semakin banyak hal pertanyaan yang belum aku temukan jawabannya. Termasuk tentang diriku sendiri. 

Entah.. sampai kapan aku menggantungkan pertanyaan simpel dan minta pendapat selalu kepada bapak. Padahal seharusnya di umur segini aku harus bisa menentukan pilihanku sendiri. Ya kan?