Pages

26 Februari 2013

Gaya Hidup Yang Baik Dengan Pertamax #apaidemu

4 Comments

"Cieeee bensinnya beli Pertamax rek! Percaya... Orang kaya!"
Kalimat itu sering saya dengar dari temanku ketika teman yang saya tebengi masuk pom bensin dan lebih memilih antri ke antrian Pertamax. Yang saya heran, beli Pertamax kok bisa dicap sebagai orang kaya? Ada yang salah? Bukannya membeli Pertamax itu lebih baik daripada membeli bensin Premium? Belum sempat semua pertanyaan sangkalan saya terjawab, tawa hina teman-teman membuyarkan semuanya.
Oke saya tahu itu adalah guyonan. Tetapi tetap saja guyonan itu masih janggal di pikiran saya. Padahal kenyataannya, harga Pertamax setara dengan hasil dan kualitas yang dihasilkan. Pertamax dirancang bisa menerima tekanan pada mesin berkompresi tinggi, sehingga dapat bekerja secara optimal pada piston. Banyak fakta telah membuktikan, tenaga mesin yang menggunakan Pertamax hasilnya lebih maksimal. Mengapa demikian? Karena bahan bakar minyak (BBM) dapat digunakan secara optimal. Berbeda dengan premium yang menggunakan oktan lebih sedikit daripada Pertamax. Mesin yang memakai premium BBM-nya terbakar dan meledak, tidak sesuai dengan gerakan piston. Karena itulah Pertamax dijadikan bahan bakar minyak andalan Pertamina.
Pemerintah juga menganjurkan untuk masyarakat mampu diwajibkan membeli Pertamax, karena Premium di khusukan untuk masyarakat yang tidak mampu. Pasti ada sebab dan akibat tersendiri dari pemerintah sehingga membuat peraturan tersebut. Namun harapan baik pemerintah tidak dianggap serius oleh sebagian masyarakat. Banyak masyarakat yang membawa mobilnya ke pom bensin dan antri di antrian Premium. Lho? Kalau begini namanya makan haknya orang nggak mampu dong?
Jadi, mengapa kalau bisa bijak menggunakan hak, mengapa mengambil hak orang lain? Banyak untungnya juga kok. Selain nggak dosa memakai hak orang lain, sepeda motor dan mobil kita jadi lebih awet mesinnya. Jadi teringat cerita bapakku waktu meng-servis-kan motornya ke bengkel dan bapak mendapatkan sanjungan dari mekaniknya bahwa mesin motornya bersih dan tidak ada kerak sekalipun. Nah, saya dan sekeluarga sudah membuktikan, dengan Pertamax, jalan-jalan sejauh apapun tidak perlu ragu dengan keadaan mesin motor. Pendapatan lebih banyak karena uang tambahan untuk service kendaraan bisa masuk ke dalam uang saku. Keren banget kan @PertamaxIND ?

Struk pembelian Pertamax:


23 Februari 2013

Patah hati ditolak redaksi

4 Comments

Assalamualaikum :) Pagi yang mendung nih di Surabaya. Tapi jadi enak Surabaya jadi enggak panas-panas amat :D Bagaimana cuaca di kota-kota sahabat blogger? Lagi musim hujan dan penyakit flu nih, jaga kesehatan ya kawan..

Oh iya, ngomong-ngomong soal nulis di blog, saya mulai ndeleweng gak aktif menulis lagi nih. Hehehe. Bukannya apa-apa nih sob, saya lagi asyik ikut sayembara nulis. Tapi rupanya rejeki saya bukan disitu. Sembilan tulisan yang saya kirim ke tiga event lomba (yang salah satunya event cerita salah satu merk eskrim) belum bisa mengambil hati redaksi dan jurinya. Setengah dongkol juga siiiih, soalnya saya sudah optimis salah satu tulisan saya bakal dimuat di salah satu event yang saya ikuti. Ya udah, sampai sekarang belum ada kelanjutannya untuk mencoba menulis-mengirim lagi meskipun draft ide uda numpuk :D
Nah, karena saya patah hati, saya mau ngeshare tulisan saya yang 'salah'. Jadi ceritanya, event cerita salah satu merk eskrim itu membuat persayaratan boleh mengirim lebih dari satu cerita namun nggak lebih dari 500 karakter. Pikir saya, 500 karakter adalah 500 kata. Dengan santainya saya ngarang bebas ngikutin imajinasi di ms.word. Setelah ngepasin 500 kata, saya copy dan paste deh ke form 'tulis cerita' yang di sediakan. Kemudian saya kaget. Lho kok tulisan saya nggak masuk semua ya?? Eh setelah diteliti dan di analisa, baru tau deh kesalahannya apa. LOL banget kan :))) Okelah, daripada saya ngarang susah-susah tapi gak dapat apresiasi, saya posting disini aja yaa ;)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Cinta itu datang tanpa kita tahu kapan waktunya dia datang. Dia bisa datang saat kita terlelap dalam mimpi atau sebaliknya. Semuanya diluar nalar logika… dan tiada yang tahu kapan Tuhan menurunkan cinta untuk kita.
Ceritaku dengan Ade, contohnya. Aku sama sekali tidak nyangka bisa jatuh cinta sama dia. Gak tinggi, gak putih, gak manis sedikitpun. Pokoknya takaran cowok cakep gak ada pada dirinya!
Aku mengenal Ade waktu OSPEK. Saat pembentukan kelompok, aku dan Ade berada di kelompok yang sama beserta lima orang lainnya.
OSPEK telah selesai, rutinitas kumpul dengan teman kelompok sudah minim, tapi yang namanya SMS dari Ade gak ada henti-hentinya. Tiap malam dia gak absen telpon. Yang diobrolin pun macam-macam, dan anehnya aku tak pernah bosan mendengarkan ceritanya.
Jam delapan malam, seperti biasa aku duduk anteng di depan televisi. Lima menit kemudian, handphone-ku berdering. Aku tersenyum membaca sebuah nama yang muncul: Ade.
“Halo,”
“Halo juga, Ras. Lagi nggak sibuk kan?” jawabnya. Aku senyum-senyum sendiri mendengar suaranya.
 “Sepertinya kamu hapal sekali ya jadwalku tiap malam. Tiap jam segini telepon terus…”
Ade ketawa mendengarnya. “Salah ya? Kan yang penting nggak ganggu kegiatanmu. Ini kamu lagi nonton tv pasti…” tebaknya.
Aku tersenyum. “Kamu ini, kepo banget ya sama kegiatanku,” jawabku asal. Kami pun tertawa bersama. Detik demi detik pun tidak terasa karena serunya. Hingga aku tak menyadari bahwa aku telah menghabiskan persediaan ice cream Cornetto mini yang ada di kulkas.
Sudah jam 11 malam. Ade menyuruhku untuk segera tidur. Setelah pamit, aku segera mematikan telepon dan langsung memeluk boneka besar kesayanganku. Aku tak henti-hentinya tersenyum.

***

Hari ini Ade mengajakku jalan-jalan. Sejam yang lalu dia sms dan meminta alamat rumahku. Sesuai dengan janji yang dibilangnya, kini dia sudah ada di depan rumahku dengan sepeda ontelnya.
Jujur aku sedikit kaget dengan transportasi yang dibawanya, sepeda cowok yang tidak ada tempat boncengnya. Seperti tahu yang kupikirkan, dia menarik tanganku dan menyuruhku duduk depan. Ya, duduk miring di depan dengan alas keras tepatnya.
Aku sama sekali tak tahu akan dibawa kemana. Setelah mampir ke salah satu swalayan dan menemani Ade membeli 2 ice cream Cornetto, Ade kembali menggoncengku. Hingga akhirnya kami berhenti di pinggir jalan yang ramai. Dia mengajakku duduk di pinggiran warung makan yang telah tutup. Kemudian Ade memberiku ice cream yang ia beli.
Kuterima pemberian Ade dengan senyum lebar. “Langsung senyum-senyum begitu dikasih ice cream,” katanya menggoda.
“Biarin,” jawabku cuek.
“Kamu suka cokelat?” tanyanya. Aku mengangguk mantap. “Cokelat itu manis dan enak. Cukup pinter buat mood-ku baik,” ucapku sambil terus menikmatinya.
“Berarti kamu suka ice cream ini?” tanyanya lagi.
“Banget! Kamu gak salah pilihan deh!” jawabku asal.
“Berarti aku gak salah dong kalau pilih kamu?” tanya Ade. Ade memasang senyum semanis mungkin yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Pandanganku kepadanya berubah. Dia ganteng juga sih kalau senyum kayak gini, batinku.
Entah ada setan apa waktu itu, aku menerimanya. Meskipun aku sering mengeluh kepadanya tentang caranya menembak yang tidak romantis sama sekali. Kami masih suka jajan ice cream Cornetto tiap kali jalan. Hingga tak terasa hubungan kami telah berjalan 26 bulan.