Siang berselimut malam, dan kini tinggal aku sendiri di depan layar laptop dengan mata tinggal satu watt. Kusempatkan menulis sesuatu di dalam Microsoft word, merangkai kata demi kata demi penggambaran sesuatu yang telah mengusik tidurku. Ya, hampir saja aku tertidur lima menit yang lalu.. Tetapi karena penggambaran aneh itu, akhirnya aku terbangun dan kembali mengutak-ngatik keyboard laptopku.
Malam ini seperti biasa, aku sama sekali nggak melihat bintang di langit. Mereka sombong padaku sekarang, sama sekali tidak menengokku yang tengah berbaring rindu diatas ranjang. Kini yang sering bermain denganku adalah hujan. Hampir tiap sore hingga malam mereka membasahi daratan Malang hingga aku tak kuasa menahan dingin. Maklum, aku orang berdarah panas. Lahir saja di Surabaya dan hampir separuh hidup aku lalu-lalu tinggal di kota panas tersebut. Jadi ketika hampir setahun aku tinggal di Malang demi kewajibanku sebagai anak yang budiman, cuaca disini seperti sama sekali gak mau bersahabat denganku. Dan alhamdulillahnya aku masih bisa bertahan.
Rumah bobrok sederhana di tengah sawah ini telah sepi dan kelam. Ceracau pasir dan batu bata yang siap mengiringi dan melindungi kami semua telah bersajak-sajak sejak setengah jam yang lalu. Adik-adik telah lelap dipelukan tante dan omku di kamarnya. Jangkrik-jangkrik mengiringi mengudaranya imajinasiku. Ah, kadang-kadang malam sendiri seperti ini aku rindu suasana ramai di rumah Surabayaku :)
Ini soal tanteku. Ya, soal tanteku. Sebuah penggambaran aneh yang ingin aku tuliskan tadi adalah soal tanteku. Sosok ibu muda yang kuat luar biasa menurutku. Umurnya mungkin boleh dibilang amat muda, tapi pengalamannya sebagai ibu rumah tangga yang patuh pada suami dan menyayangi keluarganya harus dibilang tua (baca:banyak pengalaman). Ingin sekali suatu waktu kelak aku seperti dia..
Tanteku ini jauh lebih muda daripada ibuku. Bayangkan saja, umur ibuku sekitar 40 tahunan. Mungkin umur tanteku 38-an mungkin. Ya tidak usahlah kita bayangkan umurnya, tapi kita bayangkan saja sikap dan tindakan luar biasanya di rumah sederhana ini.
Tanteku memiliki tiga anak, masih kecil-kecil semua. Anak pertama bernama dek Anggun, kelas 2 SD, yang merupakan anak dan cucu perempuan sendiri di keluarga. Adeknya yang tepat dibawahnya namanya dek Ega, kelas TK nol besar. Dan yang lebih kecil lagi, masih bayi dan hampir berumur satu tahun, namanya dek Aga. Adek-adek Anggun ini cowok semua. Jelas, dek Anggun begitu disayang dan setengah dimanja oleh mama, ayah, dan nenek-kakeknya.
Sudah hampir satu bulan ini, ayah mereka (omku) balik dari Jepang untuk liburan bersama keluarga. Iya, omku ini mempunyai tugas dari universitas tempat ia bekerja, untuk melanjutkan studi S3 di Saga-Jepang. Kedatangan omku ini sangat amat meringankan tugas tanteku yang sebelum-belumnya bekerja di rumah ini sendirian. Ya, bukan maksud aku gak mau bantu sih, tapi memang kenyataannya kuliahku bener-bener ketat dan full. Belum lagi kalau ada rapat atau latihan dari UKM yang aku ikutin, bisa-bisa aku pulang malem sampai jam sembilan. Kemudian sabtu dan minggunya aku baru bisa bantu sedikit-sedikit setelah pekerjaan mencuci dan menyeterika bajuku yang setinggi gunung selesai. Maaf ya tante..
Aku pikir dengan kedatangan omku ini, tanteku jadi agak malas untuk menyambut hari esok. Tetapi ternyata, dugaanku salah besar. Ketika ayam jantan pertama kali berkokok dan matahari mulai membuka tirai hangatnya, tanteku lebih dulu telah bangun mendahului mereka. Pernah suatu kali aku menemukan kejadian itu disaat aku ngelilir bangun dan melihat jam tanganku menunjukkan pukul setengah empat pagi. Disaat om, aku dan adek-adekku masih terlelap, tanteku sudah menyiapkan hari itu dengan baik.
Mataku tak henti-hentinya takjub dan berbinar-binar kepadanya melihat dia repot mengurus rumah tangga. Dan lucunya lagi, sifat cueknya omku benar-benar sama sekali nggak mempengaruhi kewajibannya untuk mengurus rumah tangga. Pernah suatu kali aku menemukan lirik cerita ditengah siang, di saat tante lagi sibuknya mengurus makan siang untuk para kuli bangunan yang disewa untuk membangun rumah ini. Anaknya yang paling bungsu nangis, dan si om malah asyik nonton acara DVD. Sontak si ibu langsung berteriak, “Yah, anakmu lho…” , dan kalau si tante tidak berteriak seperti itu, mungkin si anak bakal terus jerit-jerit karena sang ayah lebih mengurus film DVD-nya daripada anaknya hohoho.
Lucu memang.. si ibu repot ini itu, terkadang ayahnya malah suka cuek bebek haha (semoga bekal suami saya kelak tidak seperti itu, AMIN. Ayo dong, bantu mengaminin kawan bloggers).
Cerita tentang tanteku ini sangat menginspirasiku banget. Kelak, suatu saat nanti, aku ingin sekali seperti tante hebatku ini. Meskipun serepot apapun, beliau masih menomor satukan anaknya dan masih memperhatikan ketiga anaknya. Hebatnya lagi, ketika beliau lagi sibuk pol-polan, terkadang tanteku sama sekali nggak mau merepotkanku untuk membantunya. Subahannallah..
Tante, maaf ya.. Laras belum bisa bantu lebih. Tetapi, terima kasih untuk segala ilmu yang engkau berikan kepadaku yang tak pernah aku dapatkan di Surabaya.. Tanpa tante sadari, tante sudah memberikan suatu cercah nilai berharga tentang arti seorang ibu untukku. Ingin rasanya, kelak, menjadi seorang ibu sepertimu, yang mempunyai sifat sabar dan kekuatan ruaaaarrr biasa di dalam rumah tanggaku nanti. Doakan tante, aku bisa sepertimu.. sosok ibu yang patuh pada suami dan sayang pada keluarga. AMIN.. ;)
Fotoku bersama dek Aga dan mbak Uul diawal-awal hidup di Malang.