Pages

18 Januari 2016

Rinai, Hujan

2 Comments

Sekalinya pun Rinai tahu, yang terjadi adalah dua hal: pertama, semuanya berakhir dan menjadi masa lalu; kedua, semuanya kembali dan mengulang lagi kesedihan, entah menjadi kesedihan yang baru atau kesedihan yang lama.

Rinai bosan melamat angka dalam angka di kalender. Menghitung spasi dan kecepatan detik waktu memakan tiap angkanya. Hari berlari dalam persimpangan hidupnya. Tanpa permisi. Tak membiarkan Rinai berkata "pause" dan berpikir langkah kedepannya harus seperti apa. Umurnya semakin bertambah. Kawanan rekat mulai menyantumkan pertanyaan yang membuatnya semakin mangu, "Kapan kau menikah?".

Rinai berusaha tenang melaluinya. Rinai berusaha mengikuti alur melodi hatinya meskipun kadang-kadang ia sering mengalah karena tak sesuai. Ia berpikir, "Dia yang akan membimbingku. Aku akan ikut pada apapun pilihannya.". Tapi siapa sangka roda jaman semakin menggilas perasaan. Pilihannya sering berganti dan selalu menggantung, membuat Rinai semakin kalu untuk memandang masa depan karena Rinai benci hidup tanpa rencana yang mapan.

Sepuluh tahun lalu ia menemukannya...
Sepuluh tahun mereka melaluinya...
Sepuluh tahun ia bersabar pada apapun pilihannya...
Sepuluh tahun mereka mulai menemukan banyak perbedaan...

Rinai bosan menunggu Surya. Yang ada, selalu, Rinai bertemu Hujan. Membuat kolam-kolam kecil semakin penuh. Selalu.

2 komentar:

Aul Howler's Blog 23 Januari 2016 pukul 16.57

Rinai hujan basahi aku..
temani sepi yang mengendap...

soulful^^~ 29 Januari 2016 pukul 16.49

Lho, kamu membaca pikiranku ya dek? Cerita ini emang terinspirasi sama lagu itu ^^

Posting Komentar