Assalamualaikum :) Pagi yang mendung nih di Surabaya. Tapi jadi enak Surabaya jadi enggak panas-panas amat :D Bagaimana cuaca di kota-kota sahabat blogger? Lagi musim hujan dan penyakit flu nih, jaga kesehatan ya kawan..
Oh iya, ngomong-ngomong soal nulis di blog, saya mulai ndeleweng gak aktif menulis lagi nih. Hehehe. Bukannya apa-apa nih sob, saya lagi asyik ikut sayembara nulis. Tapi rupanya rejeki saya bukan disitu. Sembilan tulisan yang saya kirim ke tiga event lomba (yang salah satunya event cerita salah satu merk eskrim) belum bisa mengambil hati redaksi dan jurinya. Setengah dongkol juga siiiih, soalnya saya sudah optimis salah satu tulisan saya bakal dimuat di salah satu event yang saya ikuti. Ya udah, sampai sekarang belum ada kelanjutannya untuk mencoba menulis-mengirim lagi meskipun draft ide uda numpuk :D
Nah, karena saya patah hati, saya mau ngeshare tulisan saya yang 'salah'. Jadi ceritanya, event cerita salah satu merk eskrim itu membuat persayaratan boleh mengirim lebih dari satu cerita namun nggak lebih dari 500 karakter. Pikir saya, 500 karakter adalah 500 kata. Dengan santainya saya ngarang bebas ngikutin imajinasi di ms.word. Setelah ngepasin 500 kata, saya copy dan paste deh ke form 'tulis cerita' yang di sediakan. Kemudian saya kaget. Lho kok tulisan saya nggak masuk semua ya?? Eh setelah diteliti dan di analisa, baru tau deh kesalahannya apa. LOL banget kan :))) Okelah, daripada saya ngarang susah-susah tapi gak dapat apresiasi, saya posting disini aja yaa ;)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cinta itu datang tanpa kita tahu
kapan waktunya dia datang. Dia bisa datang saat kita terlelap dalam mimpi atau
sebaliknya. Semuanya diluar nalar logika… dan tiada yang tahu kapan Tuhan
menurunkan cinta untuk kita.
Ceritaku dengan Ade, contohnya. Aku
sama sekali tidak nyangka bisa jatuh cinta sama dia. Gak tinggi, gak putih, gak
manis sedikitpun. Pokoknya takaran cowok cakep gak ada pada dirinya!
Aku mengenal Ade waktu OSPEK. Saat
pembentukan kelompok, aku dan Ade berada di kelompok yang sama beserta lima orang
lainnya.
OSPEK telah selesai, rutinitas
kumpul dengan teman kelompok sudah minim, tapi yang namanya SMS dari Ade gak
ada henti-hentinya. Tiap malam dia gak absen telpon. Yang diobrolin pun
macam-macam, dan anehnya aku tak pernah bosan mendengarkan ceritanya.
Jam delapan malam, seperti biasa
aku duduk anteng di depan televisi.
Lima menit kemudian, handphone-ku
berdering. Aku tersenyum membaca sebuah nama yang muncul: Ade.
“Halo,”
“Halo juga, Ras. Lagi nggak sibuk
kan?” jawabnya. Aku senyum-senyum sendiri mendengar suaranya.
“Sepertinya kamu hapal sekali ya jadwalku tiap
malam. Tiap jam segini telepon terus…”
Ade ketawa mendengarnya. “Salah
ya? Kan yang penting nggak ganggu kegiatanmu. Ini kamu lagi nonton tv pasti…”
tebaknya.
Aku tersenyum. “Kamu ini, kepo
banget ya sama kegiatanku,” jawabku asal. Kami pun tertawa bersama. Detik demi
detik pun tidak terasa karena serunya. Hingga aku tak menyadari bahwa aku telah
menghabiskan persediaan ice cream Cornetto
mini yang ada di kulkas.
Sudah jam 11 malam. Ade menyuruhku
untuk segera tidur. Setelah pamit, aku segera mematikan telepon dan langsung memeluk
boneka besar kesayanganku. Aku tak henti-hentinya tersenyum.
***
Hari
ini Ade mengajakku jalan-jalan. Sejam yang lalu dia sms dan meminta alamat
rumahku. Sesuai dengan janji yang dibilangnya, kini dia sudah ada di depan
rumahku dengan sepeda ontelnya.
Jujur
aku sedikit kaget dengan transportasi yang dibawanya, sepeda cowok yang tidak ada
tempat boncengnya. Seperti tahu yang kupikirkan, dia menarik tanganku dan
menyuruhku duduk depan. Ya, duduk miring di depan dengan alas keras tepatnya.
Aku
sama sekali tak tahu akan dibawa kemana. Setelah mampir ke salah satu swalayan
dan menemani Ade membeli 2 ice cream Cornetto,
Ade kembali menggoncengku. Hingga akhirnya kami berhenti di pinggir jalan yang
ramai. Dia mengajakku duduk di pinggiran warung makan yang telah tutup. Kemudian
Ade memberiku ice cream yang ia beli.
Kuterima
pemberian Ade dengan senyum lebar. “Langsung senyum-senyum begitu dikasih ice cream,” katanya menggoda.
“Biarin,”
jawabku cuek.
“Kamu
suka cokelat?” tanyanya. Aku mengangguk mantap. “Cokelat itu manis dan enak.
Cukup pinter buat mood-ku baik,”
ucapku sambil terus menikmatinya.
“Berarti
kamu suka ice cream ini?” tanyanya
lagi.
“Banget!
Kamu gak salah pilihan deh!” jawabku asal.
“Berarti
aku gak salah dong kalau pilih kamu?” tanya Ade. Ade memasang senyum semanis
mungkin yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Pandanganku kepadanya berubah.
Dia ganteng juga sih kalau senyum kayak gini, batinku.
Entah
ada setan apa waktu itu, aku menerimanya. Meskipun aku sering mengeluh
kepadanya tentang caranya menembak yang tidak romantis sama sekali. Kami masih
suka jajan ice cream Cornetto tiap
kali jalan. Hingga tak terasa hubungan kami telah berjalan 26 bulan.